Keras kepala, egois, pemarah, moody, kasar...
Banyak hal yang disematkan dalam diriku ini. Untuk seseorang yang belum mengerti dirinya sendiri, umur yang masih dibilang anak kencur, pemahaman emosi itu sangat sulit bagiku.
Sejak kecil didikan dari orangtua dan orang-orang di lingkunganku sangatlah keras. Jika aku bandel, main tangan bisa jadi solusi yang paten untuk mengatasi kenakalanku saat itu. Entahlah, apa karna saat itu orang-orang terdekatku yang belum tahu menahu soal ilmu parenting atau datang dari diriku sendiri yang memang sulit diatasi.
Kalian bisa bayangkan, seorang anak perempuan dengan didikan yang keras dan lepas kendali karena arahan itu jadi membatu dan diabaikan, maka terbentuklah anak perempuan remaja yang benar-benar sikapnya keras. Hal itu sangat jelas berdampak buruk pada kepribadianku yaitu keras sikapku, keras hatiku, keras pikiranku.
Jika kalian kenal aku dari kecil pastinya sudah tahu bagaimana watak dan kepribadianku. Aku menjadi seseorang yang obsesif terhadap mimpi-mimpiku. Aku menjadi agresif terhadap keinginanku. Dan aku sangat menjunjung tinggi kesempurnaan dalam hidupku. Sikapku ini menjadikanku seseorang yang penuh dengan pengharapan-pengharapan dan apabila harapan itu tak terwujud maka aku akan merasakan sakit hati yang sangat mendalam.
Masa-masa kecilku hingga aku remaja bahkan sampai diusiaku dua puluh tahunan, aku menjadi semena-mena dengan segala hal. Sungguh tak mempedulikan orang-orang sekitarku karena aku merasa selalu dikecewakan dan tak dimengerti.
Sampai suatu saat aku memutuskan pergi dari rumah untuk menghindari keadaan yang terjadi. Saat itu sungguh aku nekat dan sembunyi-sembunyi. Dan dari situlah aku manjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya.
(Suatu pagi disebuah kampus swasta di Jogja)
"Nop..!!!", panggil temanku dengan kerasnya ditempat nongkrong samping ruang internet. ("Nop" adalah nama panggilanku dari teman-teman karena huruf V kepleset jadi P).
"Oii..", kataku menjawabnya dengan reflek. Aku menoleh padanya lalu tersenyum.
"Ojo ngelamun wae !" ("Jangan melamun aja !"), katanya lagi dengan membalas senyumku. Temanku satu ini bisa diibaratkan adalah ojekku kuliah saat itu, teman cewek yang cukup manis wajahnya dan juga teman gilaku bercerita saat aku berboncengan dengannya berangkat kuliah atau pulang kuliah. Panggil saja namanya Nini.
"Kamu dari mana?", tanyaku dengan menolehkan kepalaku fokus pada gerak-geriknya.
"Oh...aku dari bayar semesteran, kamu sudah bayar?", tanyanya lugas.
"Aku..? mm..belum. Mungkin besok baru bayar."jawabku agak ragu-ragu.
"Oh oke, ke warnet yuk, cari bahan tugas sama download lagu baru di 4Shared. Mumpung voucherku masih banyak."ajaknya sambil menarik tanganku menuju warnet kampus.
Aku ikut saja tanpa menolak, mengikutinya dari belakang dan tetap terdiam sambil terus berpikir.
Sebentar lagi bayar semesteran, aku harus bagaimana ya? Aku bilang kesiapa ya? Haruskah aku cari jalan keluar selain meminta pada orangtua atau ke keluarga lainnya. Duh..bagaimana jika aku tidak bisa ikut semesteran? Aku harus bagaimana??.
Begitulah dalam benakku terus berpikir. Sampai aku tak lagi fokus pada obrolan temanku Nini.
"Nop..!! Kamu kenapa? Bantu aku save lagunya ya.. Kalo udah sejam kita baru pulang.", katanya mengagetkanku.
"Oh..iya, maaf.",jawabku singkat sambil tersenyum kepadanya agar dia tak kecewa.
Awal dari segala hal yang terjadi padaku sekarang ini. Sebuah kegelisahan saat itu dari kampus kubawa pulang ke rumah dengan harapan mendapat solusi yang terbaik. Tanpa merepotkan mereka yaitu orangtuaku, dan aku menunggu sebuah janji dari kakekku. Berharap jika janji itu ditepatinya maka aku akan sangat bahagia dan bisa melanjutkan kuliahku dengan tenang.
Sesampainya aku dirumah, aku tak langsung bicara pada ibuku. Aku masih duduk terdiam dan memberanikan diri untuk bicara padanya agar dicarikan solusi soal pembayaran uang semesteran. Aku tak berharap banyak, karena memang niatku dari awal kuliah adalah jangan sampai orangtuaku terbebani dengan biaya kuliahku. Sungguh kami adalah dari keluarga biasa saja. Sebuah langkah untuk masuk kuliah itu pun karena sebuah janji dari kakekku.
"Mak..!", (panggilan kesayangan dariku ke ibuku)
"Ya..Kenapa?",jawabnya tegas sambil melihatku tajam.
"Aku...
***
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar